Daftar Prioritas Investasi (DPI) merupakan panduan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatur sektor-sektor usaha yang terbuka, tertutup, atau memiliki pembatasan tertentu bagi investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dokumen ini menjadi acuan utama bagi investor dalam menentukan bidang usaha yang sesuai dengan kebijakan nasional, sekaligus memastikan bahwa kegiatan usaha yang direncanakan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
DPI disusun untuk mencerminkan arah dan prioritas pembangunan ekonomi nasional, termasuk sektor-sektor strategis yang ingin didorong pertumbuhannya melalui investasi. Melalui DPI, pemerintah memberikan kepastian hukum, transparansi regulasi, serta insentif pada sektor tertentu. Sistem ini menggantikan pendekatan sebelumnya yang dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI), yang lebih menekankan pada pembatasan dan larangan, bukan pada dorongan dan peluang.
Bagi investor asing, Daftar Prioritas Investasi (DPI) sangat penting karena memberikan kejelasan mengenai batas maksimum kepemilikan asing dalam berbagai sektor usaha di Indonesia. DPI menjadi acuan hukum yang digunakan untuk menyusun struktur kepemilikan saham dalam pendirian Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA). Tanpa mengacu pada DPI, investor berisiko besar mengajukan usaha yang tidak sesuai dengan regulasi nasional, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penolakan izin atau bahkan pencabutan legalitas perusahaan.
Sebagai contoh, DPI memperbolehkan 100% kepemilikan asing dalam sektor seperti real estat dan properti, serta jasa konsultasi manajemen. Sementara itu, di sektor seperti periklanan, investor asing hanya diizinkan memiliki maksimal 49% saham, dan di sektor industri bangunan dari kayu, kepemilikan asing tidak diperbolehkan sama sekali. Ada pula sektor-sektor seperti perdagangan ritel produk tertentu, yang terbuka untuk asing tetapi harus memenuhi persyaratan kemitraan dengan usaha kecil dan menengah lokal.
Melalui informasi ini, investor asing dapat menyusun strategi investasi yang lebih tepat dan menghindari potensi pelanggaran hukum. DPI memberikan kepastian sejak awal proses perizinan, serta menjadi dasar utama dalam konsultasi dengan notaris, konsultan hukum, maupun pengajuan dokumen melalui OSS. Dengan memahami rincian DPI, investor dapat menentukan struktur dan sektor usaha yang sesuai dengan regulasi, sekaligus meminimalisir risiko administratif maupun hukum di masa depan.
Sebelum diberlakukannya Daftar Prioritas Investasi (DPI), Indonesia mengacu pada sistem Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai pedoman investasi. Dalam DNI, pemerintah mencantumkan secara eksplisit sektor-sektor yang tertutup sepenuhnya atau dibatasi untuk investasi asing. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk melindungi industri-industri strategis nasional, menjaga kedaulatan ekonomi, dan memastikan keterlibatan aktif pelaku usaha lokal dalam sektor-sektor penting.
Namun, seiring dengan meningkatnya kebutuhan investasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sistem DNI dinilai terlalu protektif dan kaku. Banyak investor asing menganggap pendekatan ini menyulitkan dan kurang adaptif terhadap dinamika pasar global. Akibatnya, Indonesia dinilai kalah bersaing dibanding negara tetangga dalam menarik investasi asing langsung (FDI), yang mendorong pemerintah melakukan reformasi besar-besaran melalui transformasi dari DNI ke DPI.
DPI diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Selain itu, peraturan teknis dan pedoman implementasi ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan kementerian sektor terkait. Perpres ini menandai transformasi dari pendekatan berbasis larangan (DNI) menjadi pendekatan berbasis prioritas (DPI).
Daftar Prioritas Investasi (DPI) tidak hanya dirancang untuk menarik investor asing, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi pelaku usaha lokal. Melalui penetapan sektor-sektor prioritas nasional, pemerintah menyediakan berbagai insentif fiskal dan nonfiskal, seperti pengurangan pajak, percepatan proses perizinan, hingga akses pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Hal ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem investasi yang sehat, di mana pelaku usaha lokal dan asing dapat saling berkolaborasi dan tumbuh bersama.
Selain mendorong investasi, DPI juga berfungsi sebagai bentuk proteksi terhadap pengusaha lokal. Beberapa sektor tetap ditutup atau dibatasi untuk asing, dengan alasan perlindungan terhadap UMKM atau industri dalam negeri yang masih berkembang. Ketentuan ini mencegah dominasi modal asing di sektor-sektor tertentu dan memberi ruang bagi pengusaha lokal untuk tetap kompetitif di pasar domestik. Dengan demikian, DPI memainkan peran ganda: membuka peluang global sekaligus menjaga kepentingan nasional.
Perubahan dari Daftar Negatif Investasi (DNI) ke Daftar Prioritas Investasi (DPI) mencerminkan pergeseran filosofi besar dalam kebijakan investasi nasional. Jika DNI sebelumnya bersifat membatasi dan menekankan pada sektor-sektor yang dilarang bagi asing, maka DPI hadir dengan pendekatan yang lebih progresif—menyediakan daftar sektor yang justru diprioritaskan untuk dikembangkan. Banyak sektor yang sebelumnya dibatasi kini dibuka untuk kepemilikan asing hingga 100%, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional dan potensi pertumbuhan.
Perubahan ini juga memperkenalkan pendekatan baru berbasis klasifikasi risiko usaha, yang membedakan proses dan persyaratan izin berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. Pendekatan ini tidak hanya menyederhanakan birokrasi, tetapi juga mempercepat waktu respon pemerintah terhadap permohonan investasi, khususnya di sektor-sektor berisiko rendah hingga menengah. Investor kini memiliki peta jalan yang lebih jelas untuk mengakses pasar Indonesia secara legal dan terstruktur.
Motivasi utama dari transformasi ini adalah untuk meningkatkan daya saing Indonesia sebagai destinasi investasi global. Pemerintah ingin mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui industrialisasi, ekspansi sektor produktif, dan penciptaan lapangan kerja. Melalui sistem DPI, investor ditawarkan kepastian hukum, kecepatan layanan, serta insentif konkret, yang menunjukkan komitmen Indonesia dalam menciptakan iklim usaha yang lebih terbuka, efisien, dan kompetitif di kancah internasional.
Secara prosedural, sistem perizinan berusaha di Indonesia tetap menggunakan platform OSS (Online Single Submission) sebagai jalur utama pengajuan. Namun, dengan diberlakukannya Daftar Prioritas Investasi (DPI), klasifikasi usaha kini tidak lagi merujuk pada DNI, melainkan disesuaikan dengan sektor-sektor yang ditetapkan dalam DPI. Hal ini memberikan kerangka kerja yang lebih positif, di mana investor diarahkan pada bidang-bidang yang dianggap strategis dan bernilai tambah tinggi bagi perekonomian nasional.
Dalam praktiknya, investor wajib mencocokkan bidang usahanya dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) yang tercantum dalam DPI. Setiap KBLI akan menunjukkan status sektor tersebut—apakah terbuka sepenuhnya, masuk kategori prioritas nasional, atau diperbolehkan dengan syarat, seperti kewajiban kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal. Informasi ini menjadi dasar penyusunan struktur kepemilikan perusahaan, sekaligus membantu notaris dan konsultan hukum dalam menyusun akta pendirian PT PMA yang sesuai.
Langkah teknis lainnya seperti pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB), permohonan izin usaha dan operasional, serta pelaporan investasi tetap dilakukan melalui OSS. Namun, dengan adanya DPI, keputusan investasi kini menjadi lebih terarah dan terukur, karena investor tidak lagi perlu menebak-nebak batas kepemilikan atau sektor yang dibuka. Hal ini mempercepat proses perizinan dan menurunkan risiko administratif, sambil tetap menjaga prinsip transparansi dan kepastian hukum.
Jl. Antasura Gg. Lotus No.08, Peguyangan Kangin, Kec. Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali 80237
Jl. Antasura Gg. Lotus No.08, Peguyangan Kangin, Kec. Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali 80237